Wednesday, June 5, 2013

Existence through open privacy.

2 hari belakangan ini saya menghabiskan banyak waktu dikosan saja. Tidak keluar tumah kecuali untuk beli makan. Dan dalam 2 hari ini, i realized about something. Karena kerjaan saya yg cuma duduk depan laptop difasilitasi dengan koneksi wi-fi kosan yang lumayan, saya menyibukkan diri untuk tenggel di beberapa akun social media, Facebook, Twitter, Instagram, dan Path. Jadi apa yang saya temukan?

Bukan salah kita mendambakan adanya eksiatensi, dengan cara apapun dan sekecil apapun itu. Banyak hal yg dilakukan orang-orang saat ini untuk menunjukkan diri mereka melalui media sosial. Tidak salah, namun kenyataannya eksistensi yg mereka dapat bukan dari pemikiran yang berguna atau hal yang setidaknya nenjadi informasi bagi orang lain. Mengamati aktivitas mereka di media sosial, rata-rata update lebih condong ke arah kegiatan sehari-hari yg bahkan sebenarnya hal tersebut bersifat privasi.

Tak segan beberapa menampilkan lokasi dimana mereka berada secara lengkap, dengan siapa, dan sedang apa. Juga memamerkan beragam hal yg dilakukan melalui aplikasi instagram, yang kadang justru mengundang cemooh orang lain. Bahkan tak sedikit ditemukan pasangan-pasangan yang saling mengumbar percakapan 'pribadi' mereka di media sosial. Dalam hati selalu bertanya "apakah kami semua perlu tahu percakapan mereka? Apa percakapan mereka boleh dinikmati oleh kalangan umum?"

Saya sendiri sangat menentang diri saya mengucap kalimat-kalimat yg menurut saya bersifat pribadi melalui media sosial. If we're smart enough, masih banyak media sosial lainnya yang bisa digunakan dan lebih bersifat pribadi, seperti pesan teks atau telepon. Jika mendambakan biaya yang hemat, tak sedikit aplikasi chatting tersedia untuk memfasilitasi hubungan antar dua orang, tidak dengan membanjiri notifikasi atau lini masa seseorang. Well, ada juga yg bilang jika tidak suka "unfriend atau unfollow" saja. Terlihat emosional sekali dengan cara tersebut :)))))

Kesimpulannya sih, memang kehidupan kita saat ini much easier dengan keberagaman perkembangan teknologi yang ada, tapi satu hal yang paling penting ya kita dituntut untuk lebih pintar memilih sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya, dan tentu pada fungsinya. Jangan karena latah, satu pake, satu punya, semua ikut punya. Dan yang paling penting, jangan latah untuk mengumbar privasi demi eksistensi.

Monday, June 3, 2013

Kerumitan pikiran.

Pengantar:
Ah masalah klasik datang lagi. Entah ini lupa password atau ada masalah dengan akun yg saya gunakan untuk masuk ke blog ini. Entahlah, beruntungnya saya masih bisa mengakses via ipod ini. Satu yang perlu disyukuri ketimbang kesal sendiri.

Dari tulisan ini saya hanya ingin bercerita sedikit, serta meregangkan jari-jari saya yang satu semester belakangan ini sibuk untuk menyusun deret kata serius aka skripsi. Sangat sangat bersyukur, proses ini hampir selesai. Tinggal menunggu hari besar yang menentukan segalanya. Semoga Yang Maha Pemurah masih selalu melancarkan jalan saya ini. Aamiin.

Nah setelah ini berbagai pertanyaan mulai hinggap. Akhir akhir ini banyak sekali hal yang saya pikirkan. Rumit. Belum tahu bagaimana membuatnya tidak lama-lama bersarang di kepala saya ini. Pertanyaan tentang apa hidup saya saat ini hingga ke depannya. Semua masih sangat mengambang. Tak tahu arah pastinya.

Belakangan saya selalu menyesali bahwa saya telah banyak membuang waktu untuk mencari kesempatan. Untuk bergerak lebih produktif dibandingkan hanya berkutat dengan skripsi. Memang tidak salah untuk mencoba fokus, namun ini membuat saya merasa terperangkap sendiri. Tidak melakukan hal apapun. Terlalu banyak berdiam. Tidak seperti saya saat sebelumnya. Entah mengapa saya sendiri pun tidak paham. Saya terkadang iri melihat teman-teman saya diluar yang masih aktif melakukan kegiatan apapun itu, bahkan menghasilkan rupiah. Sepertinya keinginan untuk menjadi seoran pekerja yang produktif mulai terakumulasi. Ya, saya ingin segala produtivitas saya kembali dan jika perlu saya sudah dapat menghasilkan uang sendiri. 

Jadi sampai kapan ketiadaan melalukan hal ini berlanjut? Semoga tidak lama. 

Mau apa setelah lulus?
Kerja apa?
Berapa gajinya?
Sesuai passion ga?
Bisa memperbaiki diri atau ngga?
Bisa buat kamu maju apa ngga?
Bisa bikin kamu diakui libgkungan sekitarmu apa ngga?
Udah bisa mapan sama kerjaannya?

Lantas sudah siap untuk menikah setelah itu?


We'll see.

Wednesday, June 5, 2013

Existence through open privacy.

2 hari belakangan ini saya menghabiskan banyak waktu dikosan saja. Tidak keluar tumah kecuali untuk beli makan. Dan dalam 2 hari ini, i realized about something. Karena kerjaan saya yg cuma duduk depan laptop difasilitasi dengan koneksi wi-fi kosan yang lumayan, saya menyibukkan diri untuk tenggel di beberapa akun social media, Facebook, Twitter, Instagram, dan Path. Jadi apa yang saya temukan?

Bukan salah kita mendambakan adanya eksiatensi, dengan cara apapun dan sekecil apapun itu. Banyak hal yg dilakukan orang-orang saat ini untuk menunjukkan diri mereka melalui media sosial. Tidak salah, namun kenyataannya eksistensi yg mereka dapat bukan dari pemikiran yang berguna atau hal yang setidaknya nenjadi informasi bagi orang lain. Mengamati aktivitas mereka di media sosial, rata-rata update lebih condong ke arah kegiatan sehari-hari yg bahkan sebenarnya hal tersebut bersifat privasi.

Tak segan beberapa menampilkan lokasi dimana mereka berada secara lengkap, dengan siapa, dan sedang apa. Juga memamerkan beragam hal yg dilakukan melalui aplikasi instagram, yang kadang justru mengundang cemooh orang lain. Bahkan tak sedikit ditemukan pasangan-pasangan yang saling mengumbar percakapan 'pribadi' mereka di media sosial. Dalam hati selalu bertanya "apakah kami semua perlu tahu percakapan mereka? Apa percakapan mereka boleh dinikmati oleh kalangan umum?"

Saya sendiri sangat menentang diri saya mengucap kalimat-kalimat yg menurut saya bersifat pribadi melalui media sosial. If we're smart enough, masih banyak media sosial lainnya yang bisa digunakan dan lebih bersifat pribadi, seperti pesan teks atau telepon. Jika mendambakan biaya yang hemat, tak sedikit aplikasi chatting tersedia untuk memfasilitasi hubungan antar dua orang, tidak dengan membanjiri notifikasi atau lini masa seseorang. Well, ada juga yg bilang jika tidak suka "unfriend atau unfollow" saja. Terlihat emosional sekali dengan cara tersebut :)))))

Kesimpulannya sih, memang kehidupan kita saat ini much easier dengan keberagaman perkembangan teknologi yang ada, tapi satu hal yang paling penting ya kita dituntut untuk lebih pintar memilih sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya, dan tentu pada fungsinya. Jangan karena latah, satu pake, satu punya, semua ikut punya. Dan yang paling penting, jangan latah untuk mengumbar privasi demi eksistensi.

Monday, June 3, 2013

Kerumitan pikiran.

Pengantar:
Ah masalah klasik datang lagi. Entah ini lupa password atau ada masalah dengan akun yg saya gunakan untuk masuk ke blog ini. Entahlah, beruntungnya saya masih bisa mengakses via ipod ini. Satu yang perlu disyukuri ketimbang kesal sendiri.

Dari tulisan ini saya hanya ingin bercerita sedikit, serta meregangkan jari-jari saya yang satu semester belakangan ini sibuk untuk menyusun deret kata serius aka skripsi. Sangat sangat bersyukur, proses ini hampir selesai. Tinggal menunggu hari besar yang menentukan segalanya. Semoga Yang Maha Pemurah masih selalu melancarkan jalan saya ini. Aamiin.

Nah setelah ini berbagai pertanyaan mulai hinggap. Akhir akhir ini banyak sekali hal yang saya pikirkan. Rumit. Belum tahu bagaimana membuatnya tidak lama-lama bersarang di kepala saya ini. Pertanyaan tentang apa hidup saya saat ini hingga ke depannya. Semua masih sangat mengambang. Tak tahu arah pastinya.

Belakangan saya selalu menyesali bahwa saya telah banyak membuang waktu untuk mencari kesempatan. Untuk bergerak lebih produktif dibandingkan hanya berkutat dengan skripsi. Memang tidak salah untuk mencoba fokus, namun ini membuat saya merasa terperangkap sendiri. Tidak melakukan hal apapun. Terlalu banyak berdiam. Tidak seperti saya saat sebelumnya. Entah mengapa saya sendiri pun tidak paham. Saya terkadang iri melihat teman-teman saya diluar yang masih aktif melakukan kegiatan apapun itu, bahkan menghasilkan rupiah. Sepertinya keinginan untuk menjadi seoran pekerja yang produktif mulai terakumulasi. Ya, saya ingin segala produtivitas saya kembali dan jika perlu saya sudah dapat menghasilkan uang sendiri. 

Jadi sampai kapan ketiadaan melalukan hal ini berlanjut? Semoga tidak lama. 

Mau apa setelah lulus?
Kerja apa?
Berapa gajinya?
Sesuai passion ga?
Bisa memperbaiki diri atau ngga?
Bisa buat kamu maju apa ngga?
Bisa bikin kamu diakui libgkungan sekitarmu apa ngga?
Udah bisa mapan sama kerjaannya?

Lantas sudah siap untuk menikah setelah itu?


We'll see.

Wednesday, June 5, 2013

Existence through open privacy.

2 hari belakangan ini saya menghabiskan banyak waktu dikosan saja. Tidak keluar tumah kecuali untuk beli makan. Dan dalam 2 hari ini, i realized about something. Karena kerjaan saya yg cuma duduk depan laptop difasilitasi dengan koneksi wi-fi kosan yang lumayan, saya menyibukkan diri untuk tenggel di beberapa akun social media, Facebook, Twitter, Instagram, dan Path. Jadi apa yang saya temukan?

Bukan salah kita mendambakan adanya eksiatensi, dengan cara apapun dan sekecil apapun itu. Banyak hal yg dilakukan orang-orang saat ini untuk menunjukkan diri mereka melalui media sosial. Tidak salah, namun kenyataannya eksistensi yg mereka dapat bukan dari pemikiran yang berguna atau hal yang setidaknya nenjadi informasi bagi orang lain. Mengamati aktivitas mereka di media sosial, rata-rata update lebih condong ke arah kegiatan sehari-hari yg bahkan sebenarnya hal tersebut bersifat privasi.

Tak segan beberapa menampilkan lokasi dimana mereka berada secara lengkap, dengan siapa, dan sedang apa. Juga memamerkan beragam hal yg dilakukan melalui aplikasi instagram, yang kadang justru mengundang cemooh orang lain. Bahkan tak sedikit ditemukan pasangan-pasangan yang saling mengumbar percakapan 'pribadi' mereka di media sosial. Dalam hati selalu bertanya "apakah kami semua perlu tahu percakapan mereka? Apa percakapan mereka boleh dinikmati oleh kalangan umum?"

Saya sendiri sangat menentang diri saya mengucap kalimat-kalimat yg menurut saya bersifat pribadi melalui media sosial. If we're smart enough, masih banyak media sosial lainnya yang bisa digunakan dan lebih bersifat pribadi, seperti pesan teks atau telepon. Jika mendambakan biaya yang hemat, tak sedikit aplikasi chatting tersedia untuk memfasilitasi hubungan antar dua orang, tidak dengan membanjiri notifikasi atau lini masa seseorang. Well, ada juga yg bilang jika tidak suka "unfriend atau unfollow" saja. Terlihat emosional sekali dengan cara tersebut :)))))

Kesimpulannya sih, memang kehidupan kita saat ini much easier dengan keberagaman perkembangan teknologi yang ada, tapi satu hal yang paling penting ya kita dituntut untuk lebih pintar memilih sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya, dan tentu pada fungsinya. Jangan karena latah, satu pake, satu punya, semua ikut punya. Dan yang paling penting, jangan latah untuk mengumbar privasi demi eksistensi.

Monday, June 3, 2013

Kerumitan pikiran.

Pengantar:
Ah masalah klasik datang lagi. Entah ini lupa password atau ada masalah dengan akun yg saya gunakan untuk masuk ke blog ini. Entahlah, beruntungnya saya masih bisa mengakses via ipod ini. Satu yang perlu disyukuri ketimbang kesal sendiri.

Dari tulisan ini saya hanya ingin bercerita sedikit, serta meregangkan jari-jari saya yang satu semester belakangan ini sibuk untuk menyusun deret kata serius aka skripsi. Sangat sangat bersyukur, proses ini hampir selesai. Tinggal menunggu hari besar yang menentukan segalanya. Semoga Yang Maha Pemurah masih selalu melancarkan jalan saya ini. Aamiin.

Nah setelah ini berbagai pertanyaan mulai hinggap. Akhir akhir ini banyak sekali hal yang saya pikirkan. Rumit. Belum tahu bagaimana membuatnya tidak lama-lama bersarang di kepala saya ini. Pertanyaan tentang apa hidup saya saat ini hingga ke depannya. Semua masih sangat mengambang. Tak tahu arah pastinya.

Belakangan saya selalu menyesali bahwa saya telah banyak membuang waktu untuk mencari kesempatan. Untuk bergerak lebih produktif dibandingkan hanya berkutat dengan skripsi. Memang tidak salah untuk mencoba fokus, namun ini membuat saya merasa terperangkap sendiri. Tidak melakukan hal apapun. Terlalu banyak berdiam. Tidak seperti saya saat sebelumnya. Entah mengapa saya sendiri pun tidak paham. Saya terkadang iri melihat teman-teman saya diluar yang masih aktif melakukan kegiatan apapun itu, bahkan menghasilkan rupiah. Sepertinya keinginan untuk menjadi seoran pekerja yang produktif mulai terakumulasi. Ya, saya ingin segala produtivitas saya kembali dan jika perlu saya sudah dapat menghasilkan uang sendiri. 

Jadi sampai kapan ketiadaan melalukan hal ini berlanjut? Semoga tidak lama. 

Mau apa setelah lulus?
Kerja apa?
Berapa gajinya?
Sesuai passion ga?
Bisa memperbaiki diri atau ngga?
Bisa buat kamu maju apa ngga?
Bisa bikin kamu diakui libgkungan sekitarmu apa ngga?
Udah bisa mapan sama kerjaannya?

Lantas sudah siap untuk menikah setelah itu?


We'll see.